Bagaimana keadaan Nabi Muhammad saw. saat menerima wahyu atau
risalah Allah swt? Terdapat beberapa metode penyampaian wahyu, sebagai
sumber informasi ilahiyah untuk disampaikan melalui da’wah Rosulullah
saw. “Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu seperti Kami telah
mewahyukan kepada Nuh & nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
mewahyukan pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub & anak
cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun & Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur
kepada Daud.” (QS.An-Nisa’[4]:163)
Ibnul Qoyyim menyebutkan beberapa tingkatan metode turunnya wahyu Al Qur’an kepada kekasih-Nya itu.
1.
Melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas). Ini dicontohkan
pada beberapa permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Shallallaahu
‘Alayhi Wasallam. Perantaraan mimpi ini juga dialami oleh Nabi Ibrahim
‘Alayhis Sallam agar menyembelih anaknya. Peristiwa ini diabadikan Allah
swt: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar". [QS.Ash Shaffat/37:102].
2. Apa yang
disusupkan ke dalam jiwa dan hati beliau, tanpa terlihat. Seperti
disampaikan Nabi saw. dalam hadits berikut, “Sesungguhnya Ruhul Qudus
menghembuskan ke dalam diriku bahwa suatu jiwa tidak mungkin mati sampai
disempurnakan rizkinya. Maka bertaqwalah kepada Allah, baguskanlah
dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap lamban datangnya rizki,
sehingga kalian mencarinya dengan cara mendurhakai Allah, karena apa
yang ada di sisi Allah tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan
mentaati-Nya.” (HR.Bukhari)
3. Malaikat muncul di hadapan Nabi
saw. dalam rupa seorang laki-laki, berbicara langsung hingga Nabi bisa
memahami maksud pembicaraan tersebut. Dalam tingkatan ini terkadang para
sahabat juga bisa melihat penampakan tersebut. Seperti dikenal dalam
kisah “hadits Jibril” tentang makna Iman, Islam, dan Ihsan, di mana
lelaki yang datang itu bisa disaksikan, padahal ternyata ia adalah
malaikat Jibril (HR.Muslim).
4. Wahyu datang menyerupai bunyi
gemerincing lonceng. Ini merupakan cara penyampaian wahyu yang paling
berat dan malaikat tidak terlihat oleh pandangan Nabi saw. hingga dahi
beliau berkerut mengeluarkan keringat walaupun saat itu cuaca sangat
dingin, bahkan hewan tunggangan yang beliau naiki tak kuasa berderum ke
tanah. Dalam Shahih Bukhari disebutkan wahyu seperti ini juga pernah
datang saat Nabi saw. sedang meletakkan kakinya ditopang badan Zaid bin
Tsabit ra. sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja dia tidak kuat
menyangganya.
5. Nabi saw. bisa melihat malaikat dalam wujud
aslinya, lalu menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah
kepadanya. Wahyu seperti ini pernah datang dua kali, sebagaimana yang
disebutkan Allah dalam surat An Najm ketika peristiwa Mi’raj. "Dan
Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli)
pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha, Di dekatnya ada
syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad)
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia Telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar" (QS.An-Najm:13-18). Malaikat Jibril juga
pernah mendatangi Nabi saw. dalam rupa yang sesungguhnya pada masa
fatrah (periode kevakuman wahyu) setelah turunnya QS.Al ‘Alaq.
6.
Wahyu yang disampaikan Allah kepada Rosulullah di atas lapisan-lapisan
langit pada malam Isra’ Mi’raj, berisi kewajiban sholat. "Sesungguhnya
Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haqq) selain aku, Maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku" (QS. Thaha:14)
7.
Allah berfirman secara langsung dengan Nabi saw. tanpa menggunakan
perantara, sebagaimana keadaan ini juga pernah dialami Nabi Musa as.
dalam perjalanannya mencari Tuhan. " …Dan Allah telah berbicara kepada
Musa dengan langsung." [QS.An Nisaa`/4 : 164].
Sebagian pakar
Siroh Nabawiyyah menambahi dengan tingkatan wahyu yang kedelapan, yakni
Allah swt. berfirman secara langsung di hadapan Nabi Muhammad saw. tanpa
ada tabir (tersingkapnya hijab antara manusia dengan Tuhannya). Namun
pendapat ini banyak dipertentangkan oleh ulama salaf maupun khalaf
sehingga dianggap pendapat yang kurang rajih. “Dan tidak ada bagi
seorang manusia pun (yang bisa mengaku) bahwa Allah berkata-kata dengan
dia kecuali melalui perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan
seizin-Nya melalui cara apapun yang Dia Kehendaki.” (QS. Asy-Syura [42] :
51)
0 komentar:
Posting Komentar